BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Efek fotolistrik adalah fenomena terlepasnya elektron logam akibat disinari cahaya. Ditinjau dari perspektif sejarah, penemuan efek fotolistrik merupakan salah satu tonggak sejarah kelahiran fisika kuantum. Untuk merumuskan teori yang cocok dengan eksperimen, kita dihadapkan pada situasi dimana paham klasik yang selama puluhan tahun diyakini sebagai paham yang benar, terpaksa harus dirombak. Paham yang dimaksud adalah konsep cahaya sebagai gelombang tidak dirombak, fenomena efek fotolistrik tidak dapat dijelaskan secara baik.
Paham yang baru yang mampu menjelaskan secara teoritis fenomena efek fotolistrik adalah bahwa cahaya sebagai partikel namun demikian, munculnya paham baru ini menimbulkan polemik baru. Penyebabnya adalah bahwa paham cahaya sebagai gelombang telah dibuktikan kehandalannya dalam menjelaskan sejumlah besar fenomena yang berkaitan dengan fenomena difraksi, interferensi, dan polarisasi. Sementara itu, fenomena yang disebutkan tadi tidak dapat dijelaskan berdasarkan paham cahaya sebagai partikel. Untuk mengatasi itu, para ahli sepakat bahwa cahaya memiliki sifat ganda yaitu sebagai gelombang dan sebagai partikel.
b. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam eksperimen ini adalah
b. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam eksperimen ini adalah
- Bagaimana perilaku cahaya sebagai gelombang menurut teori klasik?
- Bagaimana perilaku cahaya sebagai partikel menurut teori kuantum?
- Berapa besar nilai konstanta Planck (h)?
c. Tujuan Percobaan
- Untuk mengamati perilaku cahaya sebagai gelombang menurut teori klasik.
- Untuk mengamati perilaku cahaya sebagai partikel menurut teori kuantum.
- Untuk menentukan konstanta Planck.
II. LANDASAN TORI
Efek fotolistrik adalah fenomena terlepasnya elektron logam akibat disinari cahaya atau gelombang elektromagnetik pada umumnya. Elektron yang terlepas pada efek fotolistrik disebut elektron foto (Photoelektron). Fenomena ini pertama kali diamati oleh Heinrich Hertz (1886-1887) melalui percobaan tabung lucutan. Hertz melihat bahwa lucutan elektrik akan menjadi lebih muda jika cahaya ultraviolet dijatuhkan pada elektroda tabung lucutan (sebagai bahan elektroda digunakan logam natrium). Ini menunjukkan bahwa cahaya ultraviolet dapat melepaskan elektron dari permukaan logam atau sekurang-kurangnya memudahkan elektron terlepas dari logam. Pengamatan Hertz ini kemudian diselidiki lebih lanjut oleh P. Lenard sekitar 18 tahun. Kemudian pada tahun 1905 secara teoritis, Einstein berhasil menjelaskan fenomena ini.
Efek fotolistrik adalah fenomena terlepasnya elektron logam akibat disinari cahaya atau gelombang elektromagnetik pada umumnya. Elektron yang terlepas pada efek fotolistrik disebut elektron foto (Photoelektron). Fenomena ini pertama kali diamati oleh Heinrich Hertz (1886-1887) melalui percobaan tabung lucutan. Hertz melihat bahwa lucutan elektrik akan menjadi lebih muda jika cahaya ultraviolet dijatuhkan pada elektroda tabung lucutan (sebagai bahan elektroda digunakan logam natrium). Ini menunjukkan bahwa cahaya ultraviolet dapat melepaskan elektron dari permukaan logam atau sekurang-kurangnya memudahkan elektron terlepas dari logam. Pengamatan Hertz ini kemudian diselidiki lebih lanjut oleh P. Lenard sekitar 18 tahun. Kemudian pada tahun 1905 secara teoritis, Einstein berhasil menjelaskan fenomena ini.
Gambar II.1 Set Percobaan Untuk Mengamati Efek Fotolistrik
Skema percobaan untuk mempelajari efek fotolistrik disajikan pada gambar II.1. Peralatan utama terdiri atas plat logam, jendela, galvanometer, dan potensiometer. Plat logam A dan logam K ditempatkan dalam tabung kaca yang dihampakan. Penghampaan ini diperlukan untuk meminimalkan tumbukan antara elektron-foto dengan molekul-molekul gas. Sisi tabung yang berperan sebagai jendela terbuat dari bahan kuarsa, melalui jendela inilah berkas cahaya monokromatis ditembakkan ke plat K sehingga plat melepaskan elektron-foto. Galvanometer (G) digunakan untuk mendeteksi adanya arus listrik yang dihasilkan oleh elektron foto tersebut (sering kali disebut arus fotoelektrik). Potensiometer (hambatan geser) diperlukan untuk mengatur beda potensial antara plat A dan plat B.
Cahaya monokromatis ditembakkan ke plat K yang potensialnya dibuat lebih positif terhadap plat A ternyata untuk cahaya dengan frekuensi tertentu, galvanometer (G) mendeteksi adanya arus listrik. Ini menunjukkan bahwa elektron-foto yang dipancarkan oleh plat K mampu mencapai plat A walaupun plat A memiliki potensial yang lebih negatif dari pada plat K. Ini juga berarti bahwa ketiak terlepas dari plat K elektron sudah memiliki tenaga kinetik yang cukup besar untuk menembus potensial penghalang yang dipasang antara plat K dan A. Untuk menghentikan gerakan elektron-foto (ditunjukkan dengan tidak adanya arus fotoelektrik yang melalui G), diperlukan potensial penghalang V tertentu. Beda potensial yang mampu menghentikan gerak elektron-foto tercepat ini disebut potensial penghenti (stopping potential), yang diberi lambang Vo.
Cacah elektron-foto yang dilepaskan plat K bergantung pada intensitas cahaya. Msing-masing elektron-foto memiliki energi kinetik yang berbeda-beda. Jika elektron-foto tercepat sudah dapat dihentikan oleh potensial penghenti, elektron-foto lainnya otomatis juga dihentikan. Elektron kinetik elektron-foto tercepat dapat diketahui dari nilai Vo. Berdasarkan prinsip kekekalan energi dapat disimpulkan bahwa energi kinetik elektron-foto tercepat sama dengan eVo, dengan e menyatakan muatan elektron sama dengan 1,6 x 10-19 C. Jika energi kinetik elektron tercepat dilambangkan Kmax, maka :
Cahaya monokromatis ditembakkan ke plat K yang potensialnya dibuat lebih positif terhadap plat A ternyata untuk cahaya dengan frekuensi tertentu, galvanometer (G) mendeteksi adanya arus listrik. Ini menunjukkan bahwa elektron-foto yang dipancarkan oleh plat K mampu mencapai plat A walaupun plat A memiliki potensial yang lebih negatif dari pada plat K. Ini juga berarti bahwa ketiak terlepas dari plat K elektron sudah memiliki tenaga kinetik yang cukup besar untuk menembus potensial penghalang yang dipasang antara plat K dan A. Untuk menghentikan gerakan elektron-foto (ditunjukkan dengan tidak adanya arus fotoelektrik yang melalui G), diperlukan potensial penghalang V tertentu. Beda potensial yang mampu menghentikan gerak elektron-foto tercepat ini disebut potensial penghenti (stopping potential), yang diberi lambang Vo.
Cacah elektron-foto yang dilepaskan plat K bergantung pada intensitas cahaya. Msing-masing elektron-foto memiliki energi kinetik yang berbeda-beda. Jika elektron-foto tercepat sudah dapat dihentikan oleh potensial penghenti, elektron-foto lainnya otomatis juga dihentikan. Elektron kinetik elektron-foto tercepat dapat diketahui dari nilai Vo. Berdasarkan prinsip kekekalan energi dapat disimpulkan bahwa energi kinetik elektron-foto tercepat sama dengan eVo, dengan e menyatakan muatan elektron sama dengan 1,6 x 10-19 C. Jika energi kinetik elektron tercepat dilambangkan Kmax, maka :
Kmaks = eVo ................. (2.1)
Dalam efek fotolistrik itu ditentukan fakta-fakta eksperimental sebagai berikut:
- Potensial pemberhenti Vo untuk bahan anoda tertentu tidak bergantung dari intensitas cahaya yang menyinari bahan anoda.
Gambar II.2 Arus fotolistrik sebanding dengan intensitas cahaya untuk semua rentang potensial.
2. Potensial pemberhenti Vo bergantung dari frekuensi dari cahaya yang menyinari anoda. Dalam gambar di bawah ini lengkung Io terhadap Vo dibuat untuk keadaan dengan anoda yang sama, dan tiga frekuensi yang berlainan.
Gambar II.3 Potensial pemberhenti Vo tergantung pada frekuensi cahaya yang datang
3. Untuk satu macam bahan anoda lengkung potensial pemberhenti Vo sebagai fungsi frekuensi v cahaya, merupakan garis yang lurus. Ternyata ada satu frekuensi potong Vo (cut-of frequency) yang menjadi batas efek fotolistrik. Artinya bahwa cahaya dengan frekuensi di bawah harga Vo tidak akan menghasilkan efek fotolistrik berapapun intensitasnya. Setiap bahan anoda mempunyai Vo tersendiri.
Gambar 2.4 Grafik hasil pengukuran potensial pemberhenti sebagai fungsi frekuensi untuk sodium (frekuensi ambang 4,39 x 1014 Hz)
Bagian dari fakta eksperimental di atas tentang efek fotolistrik yang tidak dapat diterangkan dengan konsep gelombang tentang cahaya sebagai berikut :
- Bahwa Vo (jadi Ek) tidak bergantung dari intensitas cahaya. Menurut konsep gelombang kuat medan E dari cahaya berbanding lurus dengan √I dimana I adalah intensitas cahaya. Jadi bila E besar, tentunya gaya pada elektron dipermukaan anoda juga besar, karena F = eE
- Bahwa di bawah frekuensi potong Vo elektron tidak lagi dapat dilepaskan dari permukaan logam. Menurut konsep gelombang, kuat medan E tidak bergantung dari frekuensi, sehingga asal intensitas cukup besar efek fotolistrik yang akan terjadi dan tidak bergantung pada frekuensi cahaya..
Dengan demikian harus dicari penjelasan secara teoritis yang berpijak pada konsep gelombang cahaya. Untuk inilah maka kemudian Einstein mengemukakan postulatnya sebagai berikut :
- Cahaya itu terdiri dari paket-paket energi (foton) yang bergerak dengan kecepatan c
- Bahwa apabila frekuensi cahaya adalah v maka energi foton adalah E = hf
- Dalam proses fotolistrik satu foton diserap sepenuhnya oleh elektron pada permukaan logam.
Dengan menggunakan teori Planck Einstein menemukan gejala efek fotolistrik dengan persamaan :
E = f = EKmaks + Wo ………… (2.2)
Dengan EKmaks = energi kinetik maksimum
Wo = fungsi kerja logam.
Wo = fungsi kerja logam.
Pada umumnya elektron memanfaatkan energi minimum Wo untuk melepaskan diri dari katoda, keluar beberapa energi maksimum EKmaks. Elektron yang mencapai anoda dapat diukur dengan arus fotoelektron. Akan tetapi daya menerapkan potensial balik Vs antara anoda dan katoda, arus fotolistrik dapat dihentikan. EKmaks dapat ditentukan dengan mengukur potensial balik minimum yang diperlukan untuk menghentikan fotoelektron dan mengurangi arus fotolistrik sehingga mencapai nol.
Hubungan antar EK dan Potensial penghenti diberikan oleh :
Hubungan antar EK dan Potensial penghenti diberikan oleh :
EKmaks = eVos …………… (2.3)
Maka didapat persamaan Einstein :
hf = eVo+ Wo …………… (2.4)
III. METODE EKSPERIMEN
a. Alat dan Bahan
- Digital Voltmeter (SE – 9589)
- h/e Apparatus (AP – 936 8)
- h/e Apparatus Accessory Kit (AB – 9369)
- Mercury Vapor Light Source (OS – 9286)
b. Cara Kerja
Menyusun alat “h/e Apparatus” seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut.
Menyusun alat “h/e Apparatus” seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut.
Kegiatan Pertama
- Mengatur h/e Apparatus sehingga hanya 1 (satu) garis spectral (warna) yang jatuh pada mask fotodioda.
- Meletakkan filter yang bersesuaian dengan warna spectrum pada White Reflective Mask.
- Meletakkan variable Transmission Filter di depan White Reflective Mask sehingga cahaya melewati bagian yang bertanda 100 % dan mencapai foto dioda.
- Mencatat tegangan DVM pada table yang disediakan. Menggerakkan variable Transmission Filter sehingga bagian berikutnya tepat pada cahaya datang. Mencatat VDM dan memperkirakan waktu pemuatan (recharge) setelah tombol discharge ditekan dan dilepaskan.
- Mengulangi langkah 3 sampai ke lima bagian filter telah diuji. Mengulangi seluruh langkah dengan warna kedua yang berbeda
Kegiatan Kedua
Percobaan ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara energi, panjang gelombang dan cahaya. Dari hubungan tersebut konstanta Planck dapat ditentukan.
Percobaan ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara energi, panjang gelombang dan cahaya. Dari hubungan tersebut konstanta Planck dapat ditentukan.
- Memeriksa lima jenis warna dari dua orde pada spectrum Mercury
- Mengatur h/e Apparatus dengan hati-hati sehingga hanya satu warna dari orde pertama (orde paling terang) yang jatuh pada bukaan Mask fotodioda.
- Untuk setiap warna pada setiap orde, mengukur potensial penghenti dengan DVM dan mencatat hasilnya pada table yang diberikan. Menggunakan filter kuning dan hijau pada reflective Mask ketika pengukuran dengan cahaya kuning dan hijau dilakukan.
- Melanjutkan pengukuran untuk orde kedua, mengulangi seluruh proses di atas.
c. Identifikasi Variabel
1. Variabel Bebas/Manipulasi
1. Variabel Bebas/Manipulasi
- Pada setiap kegiatan dalam Kegiatan Pertama baik untuk warna kuning dan hijau, yang menjadi variabel manipulasinya adalah persentase transmisi.
- Pada setiap kegiatan dalam Kegiatan Kedua baik untuk oerde pertama dan kedua, yang menjadi variabel manipulasinya adalah jenis warna (frekuensi dan panjang gelombang)
2. Variabel Kontrol
- Pada setiap kegiatan dalam Kegiatan Pertama yang menjadi variable kontrol adalah adalah jenis warna (frekuensi dan panjang gelombang)
- Pada setiap kegiatan dalam Kegiatan Kedua variabel yang dikontrol adalah orde spectrum.
3. Variabel Terikat
- Pada Kegiatan Pertama dan Kegiatan Kedua yang menjadi variabel terikat adalah potensial penghenti.
d. Defenisi Operasional Variabel
Secara operasional defenisi setiap variabel yang diukur dalam eksperimen ini adalah:
Secara operasional defenisi setiap variabel yang diukur dalam eksperimen ini adalah:
- Potensial penghenti adalah nilai beda potensial maksimum yang terukur dengan menggunkan voltmeter digital
- Persentase transmisi adalah besarnya persentase spektrum (intensitas) yang diteruskan menuju fotodioda
- Frekuensi dan panjang gelombang adalah nilai frekuensi dan panjang gelombang yang digunakan yang nilainya ditentukan bedasarkan warna spektrum.
- Orde yaitu pola spectrum ke-n yang terbentuk, dan merupakan kelipatan bilangan bulat mulai 1, 2, dan seterusnya
IV. HASIL EKSPERIMEN
a. Hasil Pengamatan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan diperoleh data yang ditunjukkan dalam tabel di bawah ini:
Dari hasil pengamatan yang dilakukan diperoleh data yang ditunjukkan dalam tabel di bawah ini:
- Pengaruh persentase transmisi terhadap potensial penghenti pada setiap warna.
Tabel IV.1 Hubungan antara % transmisi dengan Potensial Penghenti
- Hubungan antara frekuensi dan potensial penghenti.
B. ANALISIS DATA/GRAFIK
1. Kegiatan Pertama (pengaruh persentase transmisi terhadap potensial penghenti pada setiap warna).
a. Warna Kuning
Grafik IV.1.Grafik hubungan antara persentase transmisi terhadap potensial penghenti untuk warna kuning
b. Warna Hijau
Grafik IV.2. Grafik hubungan antara persentase transmisi terhadap potensial penghenti untuk warna hijau
2. Kegiatan Kedua (hubungan antara frekuensi dan potensial penghenti).
a. Orde pertama
a. Orde pertama
Grafik IV.3.Hubungan antara frekuensi dengan potensial penghenti orde 1
Dari grafik IV. 3. yang menyatakan hubungan antara V0 sebagai fungsi dari f diperoleh persamaan satu persamaan garis lurus yaitu
y = 0,2348x - 0,7015 atau
V0 = 0,2348 f - 0,7015
dari persamaan dasar,
hf = eVo+ Wo
eVo = hf - Wo
dari persamaan ini tampak bahwa kemiringan garis merupakan nilai dari h/e. Jika V0 merupakan potensial penghenti dalam satuan Volt dan frekuensi dalam satuan , maka nilai konstanta plank (h) dapat ditentukan dengan nilai muatan elektron (e) yang sudah ditetapkan, besar nilai h yaitu
Titik potong terhadap sumbu x merupakan nilai frekuensi (f) ketika nilai potensial penghentinya (V0) adalah nol. Nilai frekuensi ini merupakan frekuensi ambang yaitu frekuensi ketika nilai V0 adalah nol. Besar nilai f0 adalah
y = 0,2348x - 0,7015 atau
V0 = 0,2348 f - 0,7015
dari persamaan dasar,
hf = eVo+ Wo
eVo = hf - Wo
dari persamaan ini tampak bahwa kemiringan garis merupakan nilai dari h/e. Jika V0 merupakan potensial penghenti dalam satuan Volt dan frekuensi dalam satuan , maka nilai konstanta plank (h) dapat ditentukan dengan nilai muatan elektron (e) yang sudah ditetapkan, besar nilai h yaitu
Titik potong terhadap sumbu x merupakan nilai frekuensi (f) ketika nilai potensial penghentinya (V0) adalah nol. Nilai frekuensi ini merupakan frekuensi ambang yaitu frekuensi ketika nilai V0 adalah nol. Besar nilai f0 adalah
V0 = 0,2348 f - 0,7015
Karena f0 merupakan frekuensi ambang yang memiliki satuan , maka besar nilai dari f0 adalah 2,9876 x . Sedangkan fungsi kerja W0 dapat ditentukan dari nilai perpotongan perpanjangan garis pada sumbu y, yaitu ketika nilai frekuensi sama dengan nol. Dari persamaan garis,
V0 = 0,2348 f - 0,7015, dan
dapat diperoleh bahwa nilai,
sedangkan nilai potensial ambang (ketika nilai f0 = 0) dari persamaan garis,
V0 = 0,2348 f - 0,7015
adalah,
V0 = - 0,7015 Volt.
b. Orde kedua
Grafik IV.4. Hubungan antara frekuensi dengan potensial penghenti orde 2
Dari grafik IV. 4. yang menyatakan hubungan antara V0 sebagai fungsi dari f diperoleh persamaan satu persamaan garis lurus yaitu
y = 0,2459x - 0,7894 atau
V0 = 0,2459 f - 0,7894
dari persamaan dasar,
hf = eVo+ Wo
eVo = hf - Wo
dari persamaan ini tampak bahwa kemiringan garis merupakan nilai dari h/e. Jika V0 merupakan potensial penghenti dalam satuan Volt dan frekuensi dalam satuan , maka nilai konstanta plank (h) dapat ditentukan dengan nilai muatan elektron (e) yang sudah ditetapkan, besar nilai h yaitu
Titik potong terhadap sumbu x merupakan nilai frekuensi (f) ketika nilai potensial penghentinya (V0) adalah nol. Nilai frekuensi ini merupakan frekuensi ambang yaitu frekuensi ketika nilai V0 adalah nol. Besar nilai f0 adalah
V0 = 0,2459 f - 0,7894
Karena f0 merupakan frekuensi ambang yang memiliki satuan , maka besar nilai dari f0 adalah 3,2102 x . Sedangkan fungsi kerja W0 dapat ditentukan dari nilai perpotongan perpanjangan garis pada sumbu y, yaitu ketika nilai frekuensi sama dengan nol. Dari persamaan garis,
V0 = 0,2459 f - 0,7894, dan
dapat diperoleh bahwa nilai,
sedangkan nilai potensial ambang (ketika nilai f = 0) dari persamaan garis,
V0 = 0,2459 f - 0,7894
adalah,
V0 = - 0,7894
Grafik IV.4. Hubungan antara frekuensi dengan potensial penghenti orde 2
Dari grafik IV. 4. yang menyatakan hubungan antara V0 sebagai fungsi dari f diperoleh persamaan satu persamaan garis lurus yaitu
y = 0,2459x - 0,7894 atau
V0 = 0,2459 f - 0,7894
dari persamaan dasar,
hf = eVo+ Wo
eVo = hf - Wo
dari persamaan ini tampak bahwa kemiringan garis merupakan nilai dari h/e. Jika V0 merupakan potensial penghenti dalam satuan Volt dan frekuensi dalam satuan , maka nilai konstanta plank (h) dapat ditentukan dengan nilai muatan elektron (e) yang sudah ditetapkan, besar nilai h yaitu
Titik potong terhadap sumbu x merupakan nilai frekuensi (f) ketika nilai potensial penghentinya (V0) adalah nol. Nilai frekuensi ini merupakan frekuensi ambang yaitu frekuensi ketika nilai V0 adalah nol. Besar nilai f0 adalah
V0 = 0,2459 f - 0,7894
Karena f0 merupakan frekuensi ambang yang memiliki satuan , maka besar nilai dari f0 adalah 3,2102 x . Sedangkan fungsi kerja W0 dapat ditentukan dari nilai perpotongan perpanjangan garis pada sumbu y, yaitu ketika nilai frekuensi sama dengan nol. Dari persamaan garis,
V0 = 0,2459 f - 0,7894, dan
dapat diperoleh bahwa nilai,
sedangkan nilai potensial ambang (ketika nilai f = 0) dari persamaan garis,
V0 = 0,2459 f - 0,7894
adalah,
V0 = - 0,7894
C. PEMBAHASAN
1. Pengaruh persentase transmisi terhada potensial penghenti.
Dari grafik hubungan antara persentase transmisi untuk masing-masing warna diperoleh bahwa dengan bertambahnya persentase transmisi maka potensial penghenti akan semakin besar.
Dapat dijelaskan bahwa berdasarkan hasil percobaan ini, tampak bahwa persentase transmisi sangat mempengaruhi potensial penghenti. Ini sangat mendukung teori gelombang. Persentase transmisi untuk setiap warna membawa satu panjang gelombang. Jika persentase transmisi diubah maka nilai panjang gelombangnya akan tetap, sedangkan yang berubah adalah intensitas, sehingga dengan mengubah nilai persentase transmisi maka sebenarnya yang di ubah adalah intensitas. Semakin besar persentase transmisinya maka akan semakin besar intensitas gelombangnya.
Sedangkan besarnya potensial penghenti yang dimaksudkan adalah besar tegangan ketika nilai arus sama dengan nol. Seandainya dapat dilakukan pengukuran yang dapat memberikan grafik hubungan antara arus (I) terhadap tegangan katoda dan anoda (VAK) maka akan diperoleh gambaran grafik sebagai berikut.
Ketika VAK = 0: arus tidak sama nol, ketika VAK > 0, arus naik sedikit kemudian konstan, dan kertika VAK < 0 arus akan turun. Ketika tegangan nnegatif mencapai harga tertentu, nilai nilai Percobaan yang dilakukan tidak cukup untuk menjelaskan bahwa nilai bahwa nilai intensitas tidak mempengaruhi. 2. Hubungan antara frekuensi terhadap potensial penghenti Dari hasil analisis data dari grafik diperoleh nilai-nilai seperti pada table IV.4 di bawah ini. Orde Persamaan garis Frekuensi ambang (f0) Fungsi Kerja (W0) Konstanta Plank (h) Pertama V0 = 0,2348 f - 0,7015 2,9876 x . Kedua V0 = 0,2459 f - 0,7894 3,2102 x . percobaan pertama untuk tabel 1, hubungan antara persen transmisi dengan potensial penghenti untuk spectrum warna kuning dan hijau adalah semakin besar persen transmisi untuk warna kuning dan hijau maka potensial penghentinya akan semakin besar. Pada tabel 2, yaitu hubungan antara warna spectrum dengan potensial penghenti, disini terlihat bahwa ultraviolet memiliki potensial penghenti yang tebesar dan kuning memiliki potensial penghenti yang paling kecil. Pada tabel 3, hubungan antara frekuensi dengan potensial penghenti. Pada orde pertama terlihat bahwa semakin besar frekuensi yang dimiliki oleh warna spectrum maka potensial penghentinya akan semakin besar pula. Begitu juga dengan warna untuk orde ke dua, semakin besar frekuensi maka potensial penghentinya semakin besar pula. Hasil dari percobaan 1,2 dan 3, menunjukkan bahwa potensial penghenti (Vo) bergantung dari frekuensi cahaya yang menyinari anoda dan potensial penghenti (Vo) untuk bahan anoda tertentu tidak bergantung dari intensitas cahaya yang menyinari bahan anoda. Dari percobaan 3, dapat diketahui konstanta Planck. Untuk orde pertama, nilai h = 5,486 x 10-34 Js dan untuk orde kedua, nilai h = 5,20 x 10-34 Js. Nilai orde 1 dan 2 berbeda dari konstanta Planck yang diperoleh secara teori yaitu h = 6,626 x 10-34 Js. Adanya perbedaan ini disebabkan karena kesalahan-kesalahan dari praktikan itu sendiri yang kurang teliti dalam melakukan percobaan, dan adanya kesalahan ini mungkin disebabkan dari alat itu sendiri. Dengan menganalisis grafik dapat diketahui nilai fungsi kerja untuk orde satu dan orde dua. Untuk orde 1, nilai W = 2,28 x 10-19 J dan untuk orde dua nilai W = 2,67 x 10-19 J. Hasil analisis ini menunjukkan kegagalan dari teori klasik yang menyatakan bahwa W bergantung dari intensitas cahaya.
1. Pengaruh persentase transmisi terhada potensial penghenti.
Dari grafik hubungan antara persentase transmisi untuk masing-masing warna diperoleh bahwa dengan bertambahnya persentase transmisi maka potensial penghenti akan semakin besar.
Dapat dijelaskan bahwa berdasarkan hasil percobaan ini, tampak bahwa persentase transmisi sangat mempengaruhi potensial penghenti. Ini sangat mendukung teori gelombang. Persentase transmisi untuk setiap warna membawa satu panjang gelombang. Jika persentase transmisi diubah maka nilai panjang gelombangnya akan tetap, sedangkan yang berubah adalah intensitas, sehingga dengan mengubah nilai persentase transmisi maka sebenarnya yang di ubah adalah intensitas. Semakin besar persentase transmisinya maka akan semakin besar intensitas gelombangnya.
Sedangkan besarnya potensial penghenti yang dimaksudkan adalah besar tegangan ketika nilai arus sama dengan nol. Seandainya dapat dilakukan pengukuran yang dapat memberikan grafik hubungan antara arus (I) terhadap tegangan katoda dan anoda (VAK) maka akan diperoleh gambaran grafik sebagai berikut.
Ketika VAK = 0: arus tidak sama nol, ketika VAK > 0, arus naik sedikit kemudian konstan, dan kertika VAK < 0 arus akan turun. Ketika tegangan nnegatif mencapai harga tertentu, nilai nilai Percobaan yang dilakukan tidak cukup untuk menjelaskan bahwa nilai bahwa nilai intensitas tidak mempengaruhi. 2. Hubungan antara frekuensi terhadap potensial penghenti Dari hasil analisis data dari grafik diperoleh nilai-nilai seperti pada table IV.4 di bawah ini. Orde Persamaan garis Frekuensi ambang (f0) Fungsi Kerja (W0) Konstanta Plank (h) Pertama V0 = 0,2348 f - 0,7015 2,9876 x . Kedua V0 = 0,2459 f - 0,7894 3,2102 x . percobaan pertama untuk tabel 1, hubungan antara persen transmisi dengan potensial penghenti untuk spectrum warna kuning dan hijau adalah semakin besar persen transmisi untuk warna kuning dan hijau maka potensial penghentinya akan semakin besar. Pada tabel 2, yaitu hubungan antara warna spectrum dengan potensial penghenti, disini terlihat bahwa ultraviolet memiliki potensial penghenti yang tebesar dan kuning memiliki potensial penghenti yang paling kecil. Pada tabel 3, hubungan antara frekuensi dengan potensial penghenti. Pada orde pertama terlihat bahwa semakin besar frekuensi yang dimiliki oleh warna spectrum maka potensial penghentinya akan semakin besar pula. Begitu juga dengan warna untuk orde ke dua, semakin besar frekuensi maka potensial penghentinya semakin besar pula. Hasil dari percobaan 1,2 dan 3, menunjukkan bahwa potensial penghenti (Vo) bergantung dari frekuensi cahaya yang menyinari anoda dan potensial penghenti (Vo) untuk bahan anoda tertentu tidak bergantung dari intensitas cahaya yang menyinari bahan anoda. Dari percobaan 3, dapat diketahui konstanta Planck. Untuk orde pertama, nilai h = 5,486 x 10-34 Js dan untuk orde kedua, nilai h = 5,20 x 10-34 Js. Nilai orde 1 dan 2 berbeda dari konstanta Planck yang diperoleh secara teori yaitu h = 6,626 x 10-34 Js. Adanya perbedaan ini disebabkan karena kesalahan-kesalahan dari praktikan itu sendiri yang kurang teliti dalam melakukan percobaan, dan adanya kesalahan ini mungkin disebabkan dari alat itu sendiri. Dengan menganalisis grafik dapat diketahui nilai fungsi kerja untuk orde satu dan orde dua. Untuk orde 1, nilai W = 2,28 x 10-19 J dan untuk orde dua nilai W = 2,67 x 10-19 J. Hasil analisis ini menunjukkan kegagalan dari teori klasik yang menyatakan bahwa W bergantung dari intensitas cahaya.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan, maka kesimpulan dalam eksperimen ini adalah sebagai berikut
1. Potensial penghenti (Vo) untuk bahan anoda tertentu tidak bergantung dari intensitas cahaya yang menyinari bahan (kegagalan teori klasik).
2. Potensial penghenti (Vo) bergantung pada frekuensi ( f) dari cahaya yang menyinari anoda sehingga dapat disimpulkan bahwa energi kinetik cahaya tidak bergantung pada intensitas cahaya (teori kuantum).
3. Nilai konstanta Planck yang diperoleh dari percobaan ini adalah : Untuk orde pertama, h = 5,486 x 10-34 Js Untuk orde kedua, h = 5,20 x 10-34 Js
B. SARAN
Kerja sama yang baik antar sesama praktikan serta asisten sangat dibutuhkan agar praktikum dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan bersama.
C. DAFTAR PUSTAKA
1. Beiser, Arthur.1983. Konsep Fisika Modern. Jakarta. Erlangga
2. Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika Jilid 2 edisi kelima (Terjemahan).Jakarta. Erlangga.
3. Halliday dan Resnik.1991. Fisika Jilid 2 (Terjemahan). Jakarta Erlangga
4. Sears dan Zemansky.1987. Fisika Untuk Universitas 3 Optika dan Fisika Modern (terjemahan). Jakarta. Binacipta.
5. Sears dan Zemansky. 1962. Fisika untuk universitas 2 listrik, magnet (terjemahan).Jakarta: Binacipta
6. Sears dan Zemansky, Fisika Untuk Universitas 3 “Optika dan Fisika Modern”. Jakarta, Binacipta 1987.
7. Sunardi dan Indra, Etsa. 2006. Fisika Bilingual Untuk SMA/MA kelas XII semester 1 dan 2. Bandung. Yrama Widya
8. Surya, Yohanes. 2001. Fisika itu Mudah edisi kedua SMU kelas 3. Tangerang. PT. Bina Sumber Daya MIPA.
9. Sutopo, 2000. Pengantar Fisika Kuantum. Malang. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang.
10. Tim Eksperimen Fisika Modern. 2009. Penuntun Eksperimen Fisika Modern Program S2. Makassar. Laboratorium Fisika Unit Fisika Modern FMIPA UNM.
Komentar
Posting Komentar