Langsung ke konten utama

Kuantum Gravitasi

Teori gravitasi kuantum (quantum gravity) adalah sebuah nama untuk teori yang sampai sekarang belum terwujud, yang seyogyanya mengawinkan teori kuantum dengan teori relativitas (yaitu teori tentang ruang-waktu dan gravitasi) dalam satu framework : one unified theory, atau theory of everything, atau terserah anda sebut apa namanya. Kedua teori ini adalah pilar utama fisika modern, dan keduanya berhasil dalam domainnya masing-masing dan telah teruji dengan berbagi eksperimen : fisika kuantum berhasil dalam menjelaskan atom, partikel elementer, dan fenomena mikro lainnya; sedangkan fisika relativitas berhasil menjelaskan gravitasi, kosmologi, dan fenomena makro lainnya.

Keduanya membawa sudut pandang yang revolusioner mengenai realita: teori relativitas merubah pandangan mengenai ruang dan waktu, sedangkan teori kuantum merubah pandangan mengenai pengamat dan yang diamati. Tak heran jika banyak orang yang memberikan timeline bahwa fisika modern adalah fisika setelah ditemukannya teori relativitas dan kuantum, dan fisika klasik adalah fisika sebelumnya. Namun keduanya cukup berbeda dan usaha untuk menyatukannya belum berhasil sampai saat ini. Bisa dikatakan bahwa teori kuantum gravitasi adalah "holy grail" dari fisika teori.

Untuk memahami sedikit dari kedua teori tersebut, ada baiknya kita membandingkan fisika relativitas dan kuantum dengan fisika klasik (fisika Newton).

Pertama, kita tinjau fisika relativitas. Dalam fisika klasik, kita menganggap ruang dan waktu sebagai latar yang tetap (fixed background), yaitu seperti panggung atau arena, di mana partikel-partikel menari di atasnya. Dengan sudut pandang itu, kita bisa membuat model geometri yang tetap untuk ruang dan waktu, lalu setelahnya kita bisa merumuskan persamaan untuk mengambarkan dinamika dari partikel-partikel, dan ruang-waktu bersifat absolut, tidak terpengaruh oleh gerakan partikel-partikel. Mungkin gambaran seperti ini yang sekilas bisa kita terima berdasarkan intuisi dan pengalaman sehari-hari. Namun teori relativitas membuktikan bahwa sudut pandang itu adalah salah, dan teori relativitas telah diuji melalui eksperimen. Menurut teori relativitas, ruang-waktu adalah dinamis. Geometri ruang-waktu tidaklah statis, tetapi bergantung pada distribusi materi dan energi. Jadi sudut pandang teori relativitas adalah bahwa ruang-waktu adalah relasional, bukan absolut. Dalam fisika klasik, seandainya semua materi dihilangkan dari alam semesta, akan tertingal sebuah ruang-waktu yang absolut. Tetapi dalam fisika relativitas, jika semua materi dihilangkan, tidak ada yang tersisa - tidak ada ruang-waktu jika tidak ada materi. Ruang-waktu tidaklah eksis dengan sendirinya, tapi ruang-waktu adalah network dari hubungan dan perubahan. Jadi pelajaran utama dari teori relativitas adalah bahwa teori fisika haruslah bebas latar (background independent), yaitu bahwa teori fisika tidak didefinisikan dalam latar ruang-waktu yang statis seperti dalam fisika klasik.

Sekarang, kita tinjau fisika kuantum. Dalam fisika klasik, deskripsi sebuah partikel atau sebuah sistem dapat diberikan dengan pasti, dan pengukuran besaran yang diamati (observable) dapat dilakukan secara pasti, dan secara prinsip keadaan sistem tidak terpengaruh oleh proses pengukuran. Namun dalam fisika kuantum, keadaan sistem dan pengamatan tidaklah demikian, karena ada dua prinsip utama dalam fisika kuantum yang terasa asing bila ditinjau dari kacamata fisika klasik. Misalkan kita ingin mengambarkan sebuah sistem dalam keadan kuantum. Misalkan sistemnya adalah gas dalam kotak, maka keadaannya terdiri dari posisi dan kecepatan masing-masing molekul gas. Namun, ada kendala tertentu dalam mengambarkan sebuah sistem kuantum, yaitu prinsip ketidakpastian Heisenberg, yang mengatakan bahwa terdapat pasangan observables yang tidak bisa diamati keduanya secara akurat : jika salah satu akurasinya bertambah, maka yang lainnya akurasinya berkurang. Misalnya posisi dan kecepatan adalah pasangan observables demikian. Jadi misalnya state kita hanya bisa mengandung posisi eksak atau kecepatan eksak, tetapi tidak keduanya.
Satu hal lagi yang cukup membingungkan dalam teori kuantum, adalah prinsip superposisi. Misalkan sistem kita dapat berada dalam dua keadan yang berbeda : keadaan A dan keadaan B. Prinsip superposisi menyatakan bahwa sistem itu dapat juga berada dalam kombinasi antara A dan B. Jadi keadaan kuantum kita adalah superposisi dari A dan B : a x A + b x B, di mana a dan b adalah bilangan. Keadaan superposisi a x A + b x B jelas memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan keadan A dan B. Dan jika kita melakukan pengukuran, jelas kita tidak akan mengamati keadan superposisi tadi - yang kita amati adalah entah A atau B : kita akan mengamati A dengan peluang a^2, dan B dengan peluang b^2. Dalam fisika klasik kita selalu mengambarkan keadaan sistem dalam keadaan pasti, dan melakukan pengukuran juga besaran yang pasti. Namun dalam fisika kuantum, apa yang kita amati berbeda dengan apa yang sebenarnya. Realita kuantum seperti inilah yang agak sulit untuk dicerna, sehingga sampai sekarang pun belum ada satu interpretasi kuantum yang bisa diterima oleh semua orang. Mungkin sebuah contoh yang paling populer adalah sebuah eksperimen pikiran (bukan eksperimen sebenarnya loh senyum ) : paradoks kucing Schrodinger ( lihat misalnya http://en.wikipedia.org/wiki/Schrodingers_cat ).

Jadi teori relativitas memberikan sudut pandang baru mengenai ruang-waktu, namun sayangnya teori relativitas masih mengikuti fisika klasik dalam memandang realita dan pengamatan.
Begitu juga teori kuantum memberikan sudut pandang baru mengenai pengamat dan yang diamati, namun sayangnya teori kuantum masih mengunakan latar ruang-waktu statis seperti fisika klasik.

Mungkin anda mengusulkan : bagaimana kalau teori relativitas kita modifikasi sehingga memasukkan konsep kuantum mengenai pengamatan, atau bagaimana kalau teori kuantum kita modifikasi sehingga memasukkan konsep bebas-latar dari teori relativitas?
Secara tradisional, memang ada dua jalan utama dalam riset mewujudkan teori kuantum gravitasi. Yang pertama berakar dari teori relativitas, yaitu loop quantum gravity atau canonical quantum gravity. Yang kedua berakar dari teori kuantum (atau teori medan kuantum), yaitu string theory (atu M-theory). Kedua jalan ini pendekatannya memang berbeda, walaupun keduanya setuju bahwa dalam skala kecil (sangat sangat kecil, yaitu sekitar 10^-33cm) ruang-waktu tidak lagi mulus seperti yang kita amati pada skala besar. Tentunya ada juga jalan lain yang tidak mengikuti jalan-jalan tradisional tadi, misalnya twistor theory, non-commutative geometry, topos theory, dan lain sebagainya.

Tentunya sebaik apa puh teori, dia tidak akan beridir dengan kokoh tanpa didukung oleh eksperimen. Sampai sekarang belum ada eksperimen yang bisa membenarkan atau menyalahkan teori-teori gravitasi kuantum, walaupun ada beberapa proposal yang kelihatannya cukup mungkin untuk dilaksanakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Spektrum Atom Hidrogen

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jika sebuah gas diletakkan di dalam tabung kemudian arus listrik dialirkan ke dalam tabung, gas akan memancarkan cahaya. Cahaya yang dipancarkan oleh setiap gas berbeda-beda dan merupakan karakteristik gas tersebut. Cahaya dipancarkan dalam bentuk spektrum garis dan bukan spektrum yang kontinu. Kenyataan bahwa gas memancarkan cahaya dalam bentuk spektrum garis diyakini berkaitan erat dengan struktur atom. Dengan demikian, spektrum garis atomik dapat digunakan untuk menguji kebenaran dari sebuah model atom. Istilah atom pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli filsafat Yunani bernama Democritus (460-370 SM). Setiap zat dapat dibagi atas bagian-bagian yang lebih kecil, sampai mencapai bagian yang paling kecil yang tidak dapat dibagi lagi. Bagian yang tak dapat dibagi itu oleh Demokritus disebut atom ,dari kata Yunani ”atomos” yang artinya tak dapat dibagi. Selanjutnya, para filsuf yang muncul kemudian, seperti Plato dan Aristoteles merumuskan seb

Efek Fotolisrik

BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang            Efek fotolistrik adalah fenomena terlepasnya elektron logam akibat disinari cahaya. Ditinjau dari perspektif sejarah, penemuan efek fotolistrik merupakan salah satu tonggak sejarah kelahiran fisika kuantum. Untuk merumuskan teori yang cocok dengan eksperimen, kita dihadapkan pada situasi dimana paham klasik yang selama puluhan tahun diyakini sebagai paham yang benar, terpaksa harus dirombak. Paham yang dimaksud adalah konsep cahaya sebagai gelombang tidak dirombak, fenomena efek fotolistrik tidak dapat dijelaskan secara baik.            Paham yang baru yang mampu menjelaskan secara teoritis fenomena efek fotolistrik adalah bahwa cahaya sebagai partikel namun demikian, munculnya paham baru ini menimbulkan polemik baru. Penyebabnya adalah bahwa paham cahaya sebagai gelombang telah dibuktikan kehandalannya dalam menjelaskan sejumlah besar fenomena yang berkaitan dengan fenomena difraksi, interferensi, dan polarisasi. Sementara itu, fenomen

Efek Hall

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Adanya gaya pada muatan bergerak dalam sebuah konduktor yang berada dalam medan magnet di peragakan oleh efek hall. Kawat berarus listrik yang terletak dalam medan magnet dengan arah tegak lurus dengan arah arus maka kawat akan mengalami gaya magnetik sehingga menyebabkan kawat akan melengkung. Namun bagaimana dengan sebuah plat konduktor (lempengan) yang berarus listrik berada dalam medan magnet, apakah plat tersebut akan mengalami gaya? Sebuah pelat yang dialiri arus listrik dengan kerapatan arus J, yang geraknya tegak lurus terhadap medan magnet B, dan medan elektrostatik ataaupun medan nonelektrostatik E dengan arah yang tegak lurus terhadap B dan J. Jika nilai-nilai ini dapat diukur, maka beberapa variable yang sangat penting dalam proses konduksi dapat diketahui. Variable tersebut diantaranya adalah kerapatan pembawa muatan dalam bahan yang digunakan, konduktivitas bahan, konstanta hall bahan, dan jenis pembawa muatan dalam bahan yang diguna